DIJUAL AYAH

DIJUAL AYAH
CERITA SEX GAY,,,,,,,

Hidupku berubah 180 derajat kala malam terkutuk itu terjadi. Ayahku dan saya memang dari dulu selalu hidup berkecukupan, sampai suatu hari dia menghabiskan semua uangnya dengan berjudi. Utangnya terlalu besar dan dia tak dapat membayarnya. Malam itu, seorang pria seumuran ayahku datang bertamu. Saya langsung disuruh masuk ke kamarku agar mereka bisa berbincang-bincang dengan leluasa. Saya sama sekali tidak mendengar apa-apa sebab kamarku jauh sekali dari ruang tamu. Berhubung capek, saya pun tertidur pulas dan tidak mengetahui apa-apa. Saat itulah, kejadian terkutuk itu terjadi.

Pelan-pelan pintu kamarku terbuka dan dua bayangan orang menyelinap masuk. Tiba-tiba, lampu kamarku dinyalakan, menebar cahaya ke mana-mana. Tentu saja saya terbangun. Saat itu, saya hanya mengenakan celana dalamku saja, berhubung cuaca sedang panas.

“Papa? Ada apa?” tanyaku, berusaha membiasakan mataku dengan cahaya terang.

Kulihat ayahku berdiri di samping ranjangku dengan pria tadi. Pria itu sebenarnya cukup lumayan. Dia memang tidak ganteng, namun ada sesuatu dalam dirinya yang menebar aura keseksian seorang laki-laki. Pria itu juga Chinese, sama seperti ayahku dan saya. Badannya biasa-biasa saja, tapi tetap nampak seksi. Saya sendiri agak bingung, kenapa saya memikirkan keseksian pria teman ayah saya? Saya ‘kan bukan homo.

“Nak, teman Papa ingin berkenalan denganmu. Kamu layani dia baik-baik, yach,” jawab papaku.

Namun ada sesuatu yang aneh dengan nada bicara ayahku. Seolah-olah dia sedang menahan rasa bersalah. Saya mulai bingung, tak mengerti apa yang sedang terjadi. Kebingunganku mulai berubah menjadi ketakutan saat teman ayahku itu mulai melepas kemeja dan celana panjangnya.

Hanya dalam waktu satu menit, dia sudah telanjang bulat dengan kontol ngaceng. Saya takut sekali dan berusaha untuk menghindar. Namun teman ayahku sudah keburu menangkapku. Saya meronta-ronta dn berteriak-teriak namun percuma. Saya kalah kuat. Teman ayahku itu begitu kuat sampai-sampai saya merasa seperti seorang anak kecil dalam cengkeramannya.

“Saya paling suka sama anak cowok yang baru lepas dari masa remaja. Ayahmu mengatakan bahwa kamu sudah berumur 20tahun. Benar gak?” tanyanya dengan pandangan yang menusuk. Dengan penuh rasa takut, saya hanya mengangguk-ngangguk.

“Dengarkan Om. Mulai saat ini, kamu adalah milik Om. Kamu bukan anak papamu lagi karena papamu sudah menjualmu pada Om. Papamu berhutang banyak apda Om dan tak bisa membayarnya. Dia lalu menawarkan kamu pada Om sebab dia tahu bahwa Om paling doyan cowok muda kayak kamu. Dan Om setuju. Maka mulai saat ini, kamu akan tinggal dengan Om. Om akan menjadi papamu yang baru, Nak.”

“Apa?” tanyaku, tak percaya.

Duniaku serasa hancur berkeping-keping. Kupandang wajah ayahku dengan sorot kekecewaan bercampur ketakutan. Namun ayahku tak berani memandang balik. Kini saya tak punya tempat bernaung lagi. Saya telah dijual oleh ayahku sendiri. Pegangan om itu mulai melonggar dan saya pun sudah berhenti memberontak. Saya lemas menyadari kenyataan pahit itu.

Tapi om itu tidak memberiku waktu. Dia langsung menurunkan celana dalamku dengan satu tangan dan tersingkaplah kontolku yang setengah ngaceng. Saya tentu saja mencoba mengelak namun gagal sebab saya dipegangi om itu. Wajahku memerah saat om itu menikmati pemandangan mesum kontolku. Belum pernah saya memperlihatkan kontolku pada siapa pun.

“Kontol yang indah. Pasti loe sering coli kan? Soalnya om juga suka coli. Rasanya enak sekali ketika pejuh menyembur keluar dari lubang kontol. Aahh.. Om jadi ngaceng berat nih.” Om itu menelurusi jari-jarinya di atas dada telanjangku.
“Om terangsang liat loe. Om pengen ngerasain loe. Loe masih perjaka kan?” Saya mengangguk-ngangguk penuh ketakutan.
“Loe belom pernah coba seks homo kan?” Saya menggeleng-geleng.
“Bagus sekali. Artinya kamu masih polos. Om bakal senang sekali memperkenalkan dunia homo ama loe.” Om itu menggosok-gosokkan kontolnya ke pahaku.

Saya merinding sekali membayangkan akan disodomi olehnya. Saya bukan homo dan tak mau jadi homo! Instingku menyuruhku untuk lari dan saya pun kembali meronta-ronta. Om itu agak kewalahan kali ini. Dengan membabi buta, saya menendang, mencakar, menggigit. Apa pun kulakukan asalkan saya bisa bebas dari cengkeraman om homo yang bejat itu. Tepat pada saat saya mengira saya dapat kabur, tiba-tiba ayahku mendatangi kami. Kukira dia akan menolongku. Tapi dia malah ikut memegangi tubuhku dan menahanku! Ayahku ingin sekali agar saya diperkosa.

“Tidak!” teriakku.
“Papa, lepaskan saya!”

Om itu hanya tertawa saja.

“Terlentangkan anak loe dan pegangin badannya kuat-kuat,” katanya pada ayahku.

Tanpa daya, saya diterlentangkan di atas ranjang. Kedua tanganku segera diikat dengan tali rafia, membelengguku ke ranjang. Kedua kakiku dipegang kuat-kuat oleh om itu. Dia tertawa penuh kemenangan. Ayahku berdiri di samping ranjangku, membantu om itu untuk memegangi kakiku agar saya tidak dapat menendang-nendang. Keringat sudah membanjiri sekujur tubuhku. Saya sudah lelah meronta-ronta, saya kehabisan energi. Kakiku pun terasa pegal-pegal.

Mau tak mau, saya pun berhenti memberontak. Meskipun demikian, ayahku masih tetap saja memegangi kakiku, takut kalau-kalau itu hanya taktikku saja. Saat kupandangi wajah ayahku, rasa bersalah masih nampak di sana. Entah kenapa, saya jadi kasihan padanya. Jauh di dalam lubuk hatiku, saya sadar bahwa ayahku terpaksa menjualku demi membayar hutangnya sebab kalau tidak kami berdua mungkin akan bernasib lebih buruk. Air mata menggenang di mata ayahku, hatinya sakit melihat anak laki-laki satu-satunya terlentang telanjang bulat dan akan disodomi oleh ‘teman’nya.

Om itu berdiri di depan kakiku yang terangkat lebar-lebar. Lubang anusku berkedut-kedut karena hawa dingin. Kedua putingku sudah berdiri juga, nampak sangat merangsang. Om itu meraih putingku dan memelintir mereka. Saya mengerang-ngerang saat jari-jari om itu menyiksa putingku. Entah kenapa, kontolku mulai mengeras dan menegang. Apa yang terjadi denganku? Kenapa tiba-tiba saya merasa terangsang? Saya benci perlakuan om itu terhadapku. Dia akan memerkosaku. Tapi kenapa kontolku menegang? Ini sungguh tak masuk akal, pikirku.

“Ah, loe suka yah?” tanya om itu, memperhatikan kontolku yang ngaceng.
“Sudah gue duga. Loe ternyata homo juga.” Om itu membelai-belai kontolku dengan satu tangan, mengagumi kontolku yang indah.
“Tidak! Saya bukan homo! Lepaskan saya!” Meskipun saya sudah capek, tapi saya masih punya suara, maka saya meneriakinya. Namun teriakan-teriakanku tak mampu melelehkan hati om bejat itu. Dia juga bertekad untuk mengambil keperjakanku dan dia akan menusukku dengan kontolnya.
“AARRGGHH!!” teriakku saat kontolnya memaksa masuk.

Saya tak berdaya melawannya. Kedua tangan terikat dan kaki terentang, serta dipegangi ayahku, saya hanya bisa pasrah.

“AARRGGHH..” Saya mengerang lagi saat kepala kontol om itu membor anusku. Kucoba untuk mengencangkan otot anusku rapat-rapat tapi sodokan-sodokan kontol om itu malah makin keras. Keringat bercucuran membasahi wajah dan badanku. Napasku terengah-engah, capek. Dan wajahku meringis-ringis, menahan sakit. Pertahananku tak bertahan lama.
“AARRGGHH!!” PLOP! Kontol om itu mendadak masuk begitu saja, seolah-olah anusku jebol.

Saya berteriak keras-keras saat kontol itu mendiami lubangku. Rasanya sungguh perih. Anusku berkedut-kedut dengan rasa panas terbakar dan rasa nyeri. Air mataku berlinang turun, tak kuasa menahan sakit yang kualami.

“Ampun Om.. Saya tak kuat.. Ampun om..” Saya berpaling pada ayahku.
“Pa.. Tolong saya, Pa.. Sakit sekali.. Pa..” Namun ayahku hanya memandangiku dengan wajah sedih.
“AARRGGHH!!” erangku lagi saat om itu mulai menggerak-gerakkan kontolnya.
“Oohh.. Enak banget.. Aahh.. Sempit.. Hhoohh.. Gue ngentotin perjaka.. Aahh.. Pantat loe milik gue sekarang..” desah om itu sambil meraba-raba badanku.
“Hhohh.. Rasa’in kontol gue.. Aahh.. Loe emang seksi.. Aahh..”

Seiring dengan hentakan kontolnya, saya hanya bisa mengerang-ngerang, serasa dibelah dua.

“AARGGH!! UUGHH!! AARRGGH!! AARRGGH!!”

Badanku terguncang-guncang, om itu kuat sekali. Dapat kurasakan kontolnya yang besar bergerak maju-mundur, menguasai lubang anusku. Saya telah ternoda, diperkosa, dan disodomi.

Aku berpaling pada ayahku, saat dia berkata, “Liat nih.. Hhohh.. Gue lagi ngentotin anak loe.. Hhohh.. Gue menyodomi anak cowok loe satu-satunya.. Aahh.. Dia milik gue sekarang.. Hhoosshshh..” Kulihat ayahku menunjukkan ekspresi aneh. Dia terlihat gelisah.
“Hhoohh.. Astaga.. Hhohh.. Loe suka yach? aahh.. Liat gue homoin anak loe?” Om itu menempelkan tangannya pada celana ayahku.
“Wah.. Aahh.. Kontol loe ngaceng.. Aahh.. Buka aja.. Ahh..” Om itu tertawa kecil dan makin menggoda ayahku. Dengan kikuk, ayahku segera melepaskan seluruh pakaiannya. Nampak kontolnya telah menjulang tinggi, keras dan basah. Ayahku terangsang melihatku disodomi.
“Hhoohh.. Pantat anak loe enak banget.. Oohh..” erang om itu, terus membor anusku.
Sementara, saya juga dibingungkan oleh reaksi kontolku. Saya memang merasakan sakit tapi sakit itu terasa sensual dan nikmat. Kontolku berdenyut-denyut penuh gairah dan meneteskan precum ke atas perutku.

“Oohh.. Aarrggh.. Aahh.. Aarrgghh..”

Saya merasa sangat dipermalukan, disodomi di depan ayahku sendiri. Tapi saya malah merasa bahwa hal itu makin merangsang nafsu birahiku. Pelan-pelan, saya mulai dibutakan oleh nafsu dan mulai berpikir dengan kontolku. Mulutku mulai meracau dan menyemangati om itu. Saya ingin merasakan sakit akibat disodomi, saya ingin diperkosa oleh om itu.

“Aahh.. Ngentot lagi om.. Oohh.. Lebih keras.. Hhoohh.. Enak banget om.. Aahh..”

Om itu dan ayahku terkejut mendengar omonganku. Om itu tersenyum, puas sekali melihat perubahan seksualitasku.

“Hhohh.. Loe suka kontol om kan? hhoosshh.. Rasakan kontol om.. Aahh.. Gue ngentotin loe kayak pelacur.. Aahh.. Om bakal ngecret di apntat loe.. Aahh.. Hhoosshh..”

Om itu makin gila mengentotiku. Desah napasnya menderu-deru seperti mesin. Tubuhnya yang seksi berkilauan, karena keringat. Ayahku nampak tak ragu-ragu lagi, dia sibuk mencoli kontolnya sambil melihatku disodomi. Rasa sedih dan bersalah yang tadi menghantuinya, sudah hilang entah ke mana. Yang ada di wajahnya kini hanyalah nafsu birahi homoseksual.

“AARGGH!!” erangku saat om itu menghentak makin keras. Kontolku sudah menciptakan kolam precum di pusarku dan precum itu meleleh turun melewati perutku dan mendarat di atas ranjang.
“AARRGGHH!!” Anusku kini terasa blong, tanpa pertahanan. Kontol om itu dengan bebas menyodomiku. Saya ingin ngecret, rasanya sungguh horny, tapi tanganku terikat.
“Aahahh.. Hhoohh.. Fuck! oohh.. Om.. Pengen ngecret.. Aahh..” Namun om itu tidak mendengarkanku, sibuk mengentotin pantatku. Ayahku datang mendekat dan malah memegang-megang kontol ngacengku. Ayahku mencoli kontolku.
“Aahh.. Pa.. Oohh.. Enak banget Pa.. Aahh..”

Dan tiba tiba erangan-erangan keras terdengar dari om itu.

“AARGGH!! OOHH!! Gue bakal keluar! aahh..” CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!
“AARRGGHH!! AARRGGHH!! AARRGGHH!!” Cairan kelaki-lakiannya tertumpah masuk ke dalam liang anusku.

Anusku berkedut-kedut, belum biasa mendapatkan banjir panas macam itu. Sambil ngecret, om itu terus saja menyodomiku.

“AARGGHH!! AARGGHH!!” teriaknya. CCRROOTT!! CRROOTT!! CCRROOTT!! Saya hanya bisa ikut mengerang, merasakan hentakan kontolnya.

Rasanya sungguh nikmat sekali. Saya senang bisa memuaskan nafsu birahi homoseksual om itu meskipun saya harus mengorbankan keperjakaanku. Om itu telah membuatku tersadar akan homoseksualitasku dan saya berterima kasih padanya. Saya tidak membencinya lagi.

Saat pejuhnya telah selesai dimuncratkan, om itu membungkukkan tubuhnya dan menciumiku. Kontolnya yang mulai melemas pelan-pelan keluar dari anusku. Kami berciuman mesra seperti sepasang kekasih. Lidah om itu menyerbu masuk dan membelai-belai lidahku. Air liur kami bercampur tapi saya tak merasa jijik. Selesai berciuman, om itu berkata.

“Makasih atas pelayananmu. Om sayang banget ama loe. Loe mau kan jadi anak om?”

Saya mengangguk, wajahku masih nampak kelelahan.

“Ya, Om. Saya pengen banget jadi anak Om. Saya akan melayani Om kapan pun Om mau. Saya juga sayang ama Om.”
“Loe denger kan?” tanya om itu pada ayahku.
“Anak loe pengen jadi milik gue. Gue akan membawanya malam ini juga. Tapi jangan kuatir. Gue gak sejahat itu. Loe masih bisa nemuin anak loe. Dan sebagai hadiah perpisahan, loe boleh ngentotin anak loe dan buat dia ngecret. Kasihan, dia kan belum ngecret.” Om itu menyingkir dan membiarkan ayahku menggantikan tempatnya. Saya dan ayahku saling berpandangan. Nafsu jelas sekali tergambar dalam mata kami berdua.

Ayahku berkata, “Papa tau, Papa bukan Papa yang terbaik. Tapi Papa sayang banget sama kamu, nak. Papa mencintaimu. Papa ingin sekali bersetubuh denganmu, tapi Papa tidak berani mencoba, sampai saat ini, saat kesempatan emas ini datang. Kamu mau kan dientotin Papa?”

Saya terhenyak mendengar pengakuan ayahku. Dalam suasana horny seperti itu, saya mengangguk-ngangguk. Saya pun harus jujur bahwa saya penasaran dengan kontol ayahku. Meskipun anusku terasa sakit akibat dihajar kontol om itu, namun saya ingin merasakan kontol ayahku.

“Entotin saya, Pa. Saya butuh kontol Papa.”
“Oh, anakku,” jawab ayahku terharu.

Tanpa ada keraguan, ayahku mengangkat kedua kakiku dan meletakkannya di atas bahunya. Sesaat kemudian, kontolnya yang besar dan tegang langsung memaksa masuk. Tapi berhubung anusku sudah jebol dan berhubung di dalam liang pembuanganku dibanjiri sperma om itu, kontol ayahku dapat masuk dengan leluasa.

“Oohh..” desahnya saat kepala kontolnya bergesekkan dengan dinding duburku.
“AARRGGHH!! Pa, sakit sekali!” keluhku. Maklum saja, lubang anusku kan masih lecet akibat serangan om tadi. Tapi rasa sakit itu malah terasa sensual dan nikmat.
“Oohh.. Aahh..” Saya terangsang sekali melihat ayahku sendiri sedang menyodomiku. Saat ayahku mulai menggenjot pantatku, saya meracau keenakkan.
“Aahh.. Pa ngentot terus.. Aahh.. Saya suka kontol Papa.. Oohh.. Gede banget.. Aahh yyeess.. Oohh.. Enak sekali.. Uugghh..” Ayahku dan saya dikuasai nafsu.

Kami tak peduli bahwa kami sebenarnya adalah ayah dan anak dan bahwa hubungan seks, apalagi homoskes, di antara kami itu sangat dilarang. Tapi jika nafsu sudah bicara, akal akan kalah.

“Aahh.. Yyess.. Ngentotin anakmu ini Pa.. Aahh.. Anakmu butuh kontol Papa.. Aarggh.. Oohh yyeaahh.. Aahh..”
“Oohh.. Papa juga butuh anak Papa.. Aahh.. Oohh.. Pantatmu enak banget.. Oohh..” Ayahku mendesah-desah, matanya terpejam. Pinggulnya memompa-mompa pantatku semenatra kontolnya menggali lebih dalam.

Pejuh om itu mulai bertetesan keluar, membasahi pantat dan ranjang. Bunyi ‘kecipok-kecipak’ bergema di kamarku. Om itu kembali terangsang melihatku di’perkosa’ oleh ayahku sendiri. Tangannya kembali mencoli kontolnya yang kembali tegang. Sambil asyik bermastrubasi, om itu melepaskan ikatan tanganku. Dia tak takut kalau saya akan kabur.

Lepas dari ikatan, saya meraih tubuh ayahku dan mengelus-ngelus dadanya. Ah, seksi sekali. Ayahku memang biasa-biasa saja. Tapi tubuhnya terlihat sangat merangsang.

“Oohh.. Oohh.. Aahh..” desahku seraya merasakan bentuk dadanya.

Ayahku mengangkatku sambil tetap menyodomiku. Dia memang kuat sekali. Saya bercengkeraman kuat pada lehernya, takut jatuh. Ayahku berpindah ke ranjang dan duduk di situ, memangkuku. Kontolnya terus menerus menyodomiku. Bagaikan anak kecil yang membutuhkankasih sayang ayahnya, saya bergelayut mesra dan membelai-belai wajah ayahku. Kucium bibirnya sambil menahan perih akibat sodokan kontolnya. Ayahku menyelipkan satu tangannya ke kontolku dan mencolinya sementara tangannya yang lain memeluk pinggangku.

“Aarrggh.. Pa.. Ngentotin saya Pa.. Aahh.. Papa.. Oohh..”

Erangan-eranganku terdengar seksi di telinganya dan memacu birahinya. Ayahku semakin dekat, dekat dan dekat pada puncak kenikmatan, dan akhirnya.. CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! Pejuhnya menyembur masuk ke dalam anusku yang longgar, bercampur dengan pejuh om itu. Rasanya panas, seperti lava.

“AARRGGHH!! AARRGGHH!! OOHH!! OOHH!!” erang ayahku seraya mencengkeram pinggangku kuat-kuat.

Saya bertahan dan membiarkannya memuaskan nafsu homoseksualnya padaku sampai akhirnya dia selesai menyemprotkan benihnya. Benih yang dulu menciptakan diriku kini berada di dalam anusku. Saya merasa lengkap, puas, dan bahagia. Kucium ayahku sekali lagi sambil mendesah-desah.

Ayahku masih mencoli kontolku. Dengan atmosfir yang berbau homoseks dan melihat ayahku dan temannya yang telanjang bulat sudah cukup untuk menyalakan api nafsuku. Saya pun terbawa ke puncak orgasme.

“AARRGGHH!!” erangku sambil memeluk ayahku kuat-kuat.

CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! Spermaku terpancar keluar dan tersemprot mengenai dada kami. Gelombang orgasme yang luar biasa mengejang-ngejangkan sekujur tubuhku. Saya hanya bisa memeluk tubuh ayahku dan berpegangan sambil kelojotan. Ayahku yang kuat menahan kekejangan tubuhku seraya membisikkan kata-kata kotor. Oh, dia tahu bagaimana membuatku terangsang. CCROOTT!! CCRROOTT!

“Aahh..” desahku saat semuanya usai. Kami berpelukan mesra selama beberapa saat lalu ayahku memindahkanku ke ranjang.

*****

Dan begitulah ceritaku. Sejak saat itu, saya tinggal bersama om itu dan menjalani sebuah kehidupan baru. Saya merangkap anaknya sekaligus pasangan homoseksualnya. Om itu selalu mengentotin pantatku dengan kasar dan memaksaku untuk ngeseks dengannya walapupun saya sedang ogah. Tapi saya bahagia bersamanya. Dan tentang ayah kandungku, dia terkadang menjengukku untuk melepaskan nafsu homoseksualnya. Saya bahagia bisa mempunyai dua orang Papa yang mencintaiku.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts